KRITIKAN
E-SASTERA
KRITIKAN NOVEL
TAJUK : DI BAWAH LINDUNGAN
KAABAH
KARYA : HAMKA AMRU’LLAH
DITERBITKAN OLEH : DINAS
PENERBITAN BALAI PUSTAKA
CETAKKAN : KEENAM
TAHUN : 1956
PENGKRITIK : FATIN MAISARAH
ULASAN NOVEL
Sinopsis Novel
Dikisahkan ada seorang pemuda bernama Hamid, sejak berumur
empat tahun telah ditinggal mati ayahnya. Ayah Hamid sebelumnya adalah seorang
yang kaya. setelah perniagaannya jatuh dan menjadi melarat,sahabat dan sanak
saudara yang dulu banyak, tak ada lagi sanak saudara dan sahabatnya yang
datang. Karena sudah tak terpandang lagi oleh orang-orang sekitarnya itu, maka
pindahlah ayah Hamid beserta ibunya ke kota Padang, yang akhirnya dibuatnya
sebuah rumah kecil. Di tempat itulah ayah Hamid meninggal.
Tatkala
Hamid berumur enam tahun, untuk membantu ibunya ia minta kepada ibunya agar
dibuatkan jualan kue-kue untuk dijajakan setiap pagi.
Ada tetangga baru di dekat rumah hamid terdapat sebuah
gedung besar yang berpekarangan luas. Rumah itu telah kosong karena pemiliknya,
seorang Belanda, telah kembali ke negerinya. Hanya penjaganya yang masih
tinggal, yakni seorang laki-laki tua yang bernama Pak Paiman. Tetapi tak lama
kemudian, rumah itu dibeli oleh seorang-orang kaya yang bernama Haji Jakfar.
Isterinya bernama Mak Asiah dan anaknya hanya seorang perempuan saja yang
bernama Zainab.
Mak Asiah senang memanggil Hamid setiap pagi karena
hendak membeli makanan yang dijualnya itu. Pada waktu itu juga ia ditanya oleh
Mak Asiah tentang orang tuanya dan tempat tinggalnya. Setelah Hamid menjawab
pertanyaan itu, Mak Asiah pun meminta kepada Hamid agar ibunya datang ke
rumahnya. Sejak kedatangan ibu Hamid ke rumah Mak Asiah itulah, maka
persahabatan mereka itu menjadi karib dan Hamid beserta ibunya sudah dianggap
sebagai keluarganya sendiri.
Akhirnya Hamid dibiayai noleh haji Jakfar,suami mak
Asiah,juga disekolahkan bersama-sama anaknya, Zainab, yang umurnya lebih muda
daripada Hamid. Pergaulan Hamid dengan Zainab, seperti pergaulan antara kakak
dengan adik saja. Setelah tamat dari SD, Hamid dan Zainab pun sama-sama
dilanjutkan sekolahnya ke Mulo.
Setelah keduanya tamat dari Mulo, barulah Hamid berpisah
dengan Zainab. Keduanya sebenarnya telah saling jatuh cinta.Namun Hamid sadar
akan statusnya.Zainabpun harus masuk pingitan,menurut adat didesa itu.
sedang Hamid yang masih dibiayai oleh Haji Jakfar, meneruskan pelajaran ke
sekolah agama di Padangpanjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang teman
laki-laki yang bernama Saleh.
Pada suatu petang, tatkala Hamid pergi berjalan-jalan di
pesisir, bertemulah ia dengan Mak Asiah yang baru datang dari berziarah ke
kubur suaminya. Ia naik perahu sewaan bersama-sama dua orang perempuan tua
lainnya.
Pada pertemuan itulah Mak Asiah mengharapkan kedatangan
Hamid ke rumahnya pada keesokan harinya, karena ada suatu hal penting yang
hendak dibicarakannya. Setelah Hamid datang pada keesokan harinya ke rumah Mak
Asiah, maka Hamid pun dimintai tolong oleh Mak Asiah agar ia mau membujuk
Zainab untuk bersedia dinikahkan dengan kemenakan Haji Jakfar yang pada waktu
itu masih bersekolah di Jawa. Tetapi permintaan itu ditolak oleh Zainab dengan
alasan ia belum lagi hendak menikah.
Penolakan itu sebenarnya disebabkan Zainab sendiri telah
jatuh cinta kepada Hamid. Bagi Hamid sendiri, sebenarnya ia cinta kepada
Zainab, hanya cintanya itu tidak dinyatakan berterus terang kepada Zainab.
Karena itulah, sebenarnya suruhan Mak Asiah itu
bertentangan dengan isi hatinya. Tetapi karena ia telah berhutang budi kepada
Mak Asiah, maka dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kejadian itu Hamid
pun pulang ke rumahnya, tetapi sejak itu, ia tidak pernah lagi datang ke rumah
Mak Asiah, karena sejak itu ia meninggalkan kota Padang menuju Medan dan
selanjutnya pergi ke tanah Suci Mekah. Dari Medan Hamid berkirim surat kepada
Zainab untuk minta diri pergi menurutkan kemana arah kakinya berjalan. Surat Hamid
itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam kesepian itu.
Sementara itu dikota suci mekah,Hamid bertemu dengan
Saleh,temannya dahulu. Hamid menceritakan segala perasaannya pada Zainab kepada
Saleh.cinta mereka tidak bisa disatukan karena ibu Hamid sendiri melarang
Hamid untuk mencintai Zainab,karena ibu Hamid merasa tidak pantas.sementara
Ternyata Saleh adalah suami dari Rosna,Rosna sendiri adalah sahabat Zainab.
Rosna dan saleh saling bercerita,berkirim surat tentang kisah Hamid dan
Zainab.Zainab yang sedih berlebihan,karena cinta yang tidak bisa bersatu dengan
Hamid,akhirnya menjadi sakit hingga akhirnya meninggal.
Karena
terlalu cintanya Hamid pada Zainab, terlebih mendengar Zainab yang meninggal
dunia, Hamid pun tak kuasa menahan sedih.Selalu memikirkan Zainab, hingga
akhirnya Hamid jatuh sakit dan meninggal dibawah lindungan ka'bah.
KRITIKAN
Nama
penuhnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkatkan menjadi Hamka.
Siapa yang tidak mengenal Hamka di Nusantara? Seorang insan yang dilahirkan
pada 17 Februari 1908 ini akhirnya membesar menjadi salah seorang daripada
ilmuan tersohor di Nusantara, dan mengarang pelbagai penulisan yang bermanfaat
buat umat Islam, antara karyanya adalah kitab Tafsir Al-Azhar. Pelbagai macam
karya dan penulisan yang telah beliau hasilkan dalam bidang agama, untuk
membangunkan minda umat yang terlena, menuju pembaharuan dan tajdid.
Lebih hebat daripada itu, bagi mereka yang membaca sejarah hidup tokoh pembaharuan Nusantara ini, beliau bukan sahaja seorang ilmuan agama, tetapi beliau juga merupakan seorang sasterawan yang istimewa. Insya' Allah, pada kali ini saya akan cuba membawa anda mengenali Hamka sebagai seorang ahli sastera, melalui sebuah karyanya yang bertajuk Di Bawah Lindungan Ka'abah.
Dalam setiap karya sastera Hamka, beliau bukan hanya menulis untuk membuai rasa setiap pembaca karyanya. Bahkan, lebih daripada itu Hamka seringkali menyelitkan di dalam setiap sajian sasteranya bermacam pengajaran yang berunsurkan agama.
Lebih hebat daripada itu, bagi mereka yang membaca sejarah hidup tokoh pembaharuan Nusantara ini, beliau bukan sahaja seorang ilmuan agama, tetapi beliau juga merupakan seorang sasterawan yang istimewa. Insya' Allah, pada kali ini saya akan cuba membawa anda mengenali Hamka sebagai seorang ahli sastera, melalui sebuah karyanya yang bertajuk Di Bawah Lindungan Ka'abah.
Dalam setiap karya sastera Hamka, beliau bukan hanya menulis untuk membuai rasa setiap pembaca karyanya. Bahkan, lebih daripada itu Hamka seringkali menyelitkan di dalam setiap sajian sasteranya bermacam pengajaran yang berunsurkan agama.
Salah
satu karya yang cukup menarik pada pandangan saya, adalah bukunya Di Bawah
Lindungan Ka'abah. Kisah di dalamnya cukup meruntun serta mengusik jiwa, dan
mampu membuatkan pembaca menitiskan air mata, bagi mereka yang menghayatinya.
Novel ini mempunyai alur yang dapat membawa pembaca merasakan apa yang
dirasakan Hamid dan Zainab, bagus dan kental akan keagamaanya meskipun
bercerita mengenai percintaan,memberikan banyak pesan religius salah
satunya dapat memberitahukan bahwa kita harus bersikap dermawan dan dapat
peduli kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita meskipun itu dari
kalangan bawah.
Di
Bawah Lindungan Kaa'abah mengisahkan mengenai dua insan, Hamid dan Zainab yang
jatuh cinta, datang daripada dua darjat berbeza. Berbeza pada pandangan mata
dan penilaian manusia dari segi darjat dan pangkat. Di sini, kita dapat melihat
bagaimana pandangan manusia terhadap darjat dan status sosial itu memisahkan
dua jiwa, membuatkan kebahagian sepatutnya dikecapi dirampas tanpa belas
kasihan.
Berikut
adalah sedikit daripada petikan cerita yang disalin daripada bahagian kulit
belakang buku, Di Bawah Lindungan Ka'abah.
".... Baru sekarang adinda beroleh berita di mana abang
sekarang. Telah hampir dua tahun hilang saja dari mata, laksana seekor burung
yang terlepas dari sangkarnya sepeninggal empunya pergi. Kadang-kadang adinda
sesali diri sendiri, agaknya adinda telah bersalah besar, sehingga kakanda
pergi tanpa memberi tahu lebih dahulu.
Hanya kepada surat abang itu, surat yang hanya sekali itu dinda terima selama hidup, adinda tumpahkan air mata, kerana hanya menumpahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi orang perempuan. Tetapi surat itu bisu, meskipun ia telah lapuk dalam lipatan dan telah layu kerana kerap dibaca, rahsia itu tidak juga dapat dibukanya.
Sekarang abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah berlaku pagi hari, entah esok petang, gerak Allah siapa tahu. Besarlah pengharapan bertemu..."
Hanya kepada surat abang itu, surat yang hanya sekali itu dinda terima selama hidup, adinda tumpahkan air mata, kerana hanya menumpahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi orang perempuan. Tetapi surat itu bisu, meskipun ia telah lapuk dalam lipatan dan telah layu kerana kerap dibaca, rahsia itu tidak juga dapat dibukanya.
Sekarang abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah berlaku pagi hari, entah esok petang, gerak Allah siapa tahu. Besarlah pengharapan bertemu..."
Premis
cerita ini adalah klasik, memandangkan masanya adalah sekitar tahun 1927, serta
berlandaskan sebuah kisah benar yang berlaku terhadap seseorang yang Hamka
kenali.
Bacalah
kisah ini, anda pasti tidak akan mengakhiri pembacaan anda dengan kosong,
kerana disebalik lembaran kertas itu tertulis hikmah dan pengajaran yang boleh
kita renungi bersama...
terima kasih kerana membuat krtikan novel ini . boleh saya ambil sebagai rujukan? terima kasih
ReplyDeleteSama-sama. Silakan saudara/saudari, semoga dapat membantu :)
Deletesedih novel ni ...mengusik jiwa...
ReplyDeleteTerima kasih dengan komen saudara/saudari.
Delete